Saturday, 18 March 2017

ESTETIKA: JALINAN SUBJEK, OBJEK, DAN NILAI

PETA ESTETIKA TERANG BENDERANG Resensi buku oleh: Doni Riwayanto Judul buku: Estetika: Jalinan Subjek, Objek, dan Nilai Penulis: Deni Junaedi Penerbit: ArtCiv Tebal: xiv + 358 Terbit: September 2016 Apa yang dapat diharap dari sebuah buku Estetika di dalam dunia seni yang sudah sekontemporer ini? Apa yang bisa disumbangkannya di dalam kegaduhan galeri-galeri yang kini telah menggelar karya-karya seni yang seolah tidak lagi mampu dikendalikan oleh kaidah-kaidah baku? Apa artinya bagi gemerlap industri seni yang tidak lagi mengenal batas antara seni murni dan seni pop? Apa kaitannya dengan keriuhan pergulatan seni di tengah heterogenitas masyarakat yang acap kali memicu gesekan fisik? Jangan-jangan dia hanya akan berhenti sebatas diskusi elitis akademisi seni di ruang kelas kampus seni terkemuka? Atau lebih tragis lagi mengasingkan diri sebagai pertapa di rak-rak buku perpustakaan sepi nan sunyi? Di ranah global, tidak banyak pemikir yang mencoba menuliskan konstruksi bangunan Estetika. Di antara yang tidak banyak tersebut adalah Baumgarten. Dia mendudukkan estetika dan logika dalam posisi masing-masing. Juga Kant yang melepaskan keindahan inherent di dalam subjek. Di luar itu, lebih banyak penulis buku Estetika yang hanya mengkoleksi pemikiran para tokoh tentang estetika secara parsial tanpa menyusunnya dalam sebuah konstruksi yang sistematis. Pembahasan parsial tersebut, sering kali menjadikan buku Estetika hanya berhenti pada batas konsep filosofis tanpa bisa digunakan untuk memetakan peristiwa-peristiwa estetis secara nyata. Dalam kondisi seperti itu, Deni Junaedi melalui buku Estetika Jalinan Subjek, Objek, dan Nilai ini secara berani menawarkan sebuah peta konsep estetika. Peta ini dapat digunakan untuk mengkaji peristiwa-peristiwa estetis nyata yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Kerangka konseptual itu diberi nama Model Estesis. Model Estesis ini diadaptasi oleh Deni Junaedi dari Model Semiosis Semiotika Peircean. Dengan menggunakan kerangka konsptual tersebut, Deni Junaedi menjabarkan bahwa di dalam estesis (proses estetis) melibatkan tiga elemen pokok yaitu Subjek, Objek, dan Nilai. Masing-masing elemen saling berkaitan secara resiprokal. Deni Junaedi tidak berhenti di kerangka makro tersebut. Di dalam bukunya, dia memetakan masing-masing elemen secara lebih rinci. Subjek Estetis dipecah lagi menjadi dua bagian yaitu spektator (penikmat) dan kreator (pencipta). Spektator mengalami Pengalaman Estetis ketika bertemu dengan Objek Estetis, dan kreator mengalami Pengalaman Artistik ketika menciptakan Objek Estetis. Pengalaman Estetis dan Pengalaman Artistik tersebut di dalam diri Subjek menjadi seperangkat konsep yang disebut Nilai Estetis. Subjek Estetis pun tidak terbatas pada individu, namun bisa pula masyarakat. Elemen ke dua, Objek Estetis, dijabarkan oleh Deni Junaedi menjadi dua yaitu Objek Estetis Natural dan Objek Estetis Kultural. Kemudian Objek Estetis Kultural ini dipecah lagi menjadi Objek Seni dan Objek non Seni. Dengan konsep ini, teori estetika yang ditawarkannya menjadi lebih luas. Tidak hanya berkaitan dengan seni, namun juga objek non seni, bahkan objek natural. Karena realitas memang menunjukkan bahwa Pengalaman Estetis tidak hanya dipicu oleh Objek Seni. Objek Seni juga tidak selalu berupa benda, namun bisa juga kegiatan atau persitiwa, serta bahasa. Elemen ke tiga adalah Nilai Estetis. Seperti pada elemen-elemen sebelumnya, elemen ini juga dijabarkan secara lebih rinci. Nilai Estetis terbagi menjadi dua yaitu nilai independen dan nilai dependen. Nilai independen merupakan nilai estetis yang tidak terikat pada nilai-nilai lain. Oleh karenanya bersifat umum dan universal. Adapun nilai estetis dependen adalah nilai estetis yang tergantung pada nilai lain seperti nilai etis misalnya. Nilai dependen ini bergantung pada pandangan hidup (world view) Subjek Estetis. Pada dimensi Nilai Dependen inilah Deni Junaedi mampu meneropong suatu peristiwa estetis dalam perspektif lebih luas, misalnya melalui perspektif sosial, ekonomi, politik, kekuasaan, hingga hegemoni, yang kini banyak dibahas dalam ranah Cultural Studies. Kembali ke dunia seni kontemporer yang telah begitu canggih, dunia seni kontemporer saat ini membutuhkan perangkat analisa canggih pula. Sesuai dengan kecanggihan eranya. Konsep-konsep estetis yang dikumpulkan secara parsial tanpa pemetaan yang konstruktif tidak akan mampu menganalisa peristiwa-peristiwa estetis nyata secara gamblang. Sedangkan kerangka teori estetika yang ditawarkan Deni Junaedi melalui bukunya mampu memetakan dunia seni kontemporer tersebut, bahkan melampauinya dengan memetakan peristiwa estetis dalam ranah kultural secara lebih luas. Dengan pemetaan tersebut, buku ini tidak hanya unggul di antara buku-buku estetika lain yang ditulis dalam bahasa Indonesia, namun juga mampu bersanding dengan keranga konsep lain yang ditawarkan para estetikus dari berbagai negara sepanjang sejarah teori estetis lahir. Maka tidak mengherankan jika dalam waktu singkat buku tersebut telah diterima di berbagai perguruan tinggi yang memiliki program studi seni, filsafat, maupun budaya. Beberapa perguruan tinggi yang telah menggunakan buku tersebut antara lain adalah: UNIMA Malang, IKJ Jakarta, UNJ Jakarta, UPI Bandung, ITB Bandung, ISI Denpasar, UGM Yogyakarta, UNES Semarang, Trisakti Jakarta, UI Jakarta, STIKOM Surabaya, UNY Yogyakarta, UNG Gorontalo, UNP Padang, UNSYIAH Aceh, ISI Yogyakarta, dan lain-lain. Beberapa praktisi seni juga telah menerima buku tersebut sebagai referensi. Deni Junaedi, S.Sn., M.A. adalah dosen estetika di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Aktif di pewacanaan maupun penciptaan seni. Pimpinan redaksi Journal of Contemporary Indonesian Art terbitan prodi Seni Murni, Fakultas Seni Rupa, ISI Yogyakarta. Aktif di majalah Galeri Media Komunikasi Galeri Nasional Indonesia. Pernah menjadi wartawan di majalah Visual Arts dan pernah menjadi pemimpin redaksi buletin Makna Media Para Perupa. Di bidang penciptaan, telah berulang kali mengikuti pameran seni rupa di Yogyakarta, Jakarta, Petaling Jaya, Singapura, Krabi, Hongkong, Tokyo, hingga Los Angles maupun New York.

1 comment: